Jumat, 16 April 2010

Askep Cidera Kepala

CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius dan perlu mendapatkan penanganan yang cepat. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.
Cedera epala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjad akibat kecelakaan.

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera :
1. Mekanisme ; berdasarkan adanya penetrasi duramater
a. Trauma tumpul ; - kecepatan tinggi ( tabrakan otomobil )
- kecepatan rendah ( jatuh/dipukul )
b. Trauma tembus ; luka tembus dan cidera tembus lainnya.
2. Keparahan cedera
a. Ringan ; GCS 14 – 15
b. Sedang ; GCS 9 - 13
c. Berat; GCS 3 – 8
3. Morfologi
a. Fraktur tengkorak
- Kranium : garis / lintang, depresi / non depresi, terbuka / tertutup.
- Basis kranii : dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan / tanpa kelumpuhan N VII.
b. Lesi intrakranial
- Fokal : epidural, sub dural, intra serebral.
- Difus : komosio ringan, komosio klasik, cedera aksonal difus.

C. TANDA DAN GEJALA
Secara umum tanda dan gejala cedera kepala adalah :
1. Gangguan kesadaran
2. Konvulsi
3. Abnormalitas pupil
4. Defisit neurologis
5. Disfungsi sensorik – motorik
6. Kejang
7. Sakit kepala
8. Hipovolemik Syok.
9. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat
10. Pola pernafasan dapat secara progresif menjadi tidak abnormal
11. respon pupil negatif.
















D. PATOFISIOLOGI
Edema otak barangkali merupakan penyebab yang paling lazim dari peningkatan intrakranial dan memiliki daya penyebab antara lain peningkatan cairan intra sel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, iskemi serebral, meningitis dan cedera.
Tekanan intrakranial (TIK) pada umumnya meningkat secara berangsur-angsur setelah cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 – 48 jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) mengurangi aliran darah otak (ADO) secara bermakna, iskemi yang timbul merangsang vasomotor dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardi dan pernafasan menjadi lebih lambat.
Tekanan darah sistemik akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik dimana TIK melebihi tekanan arteri dan sirkulasi otak berhenti dengan akibat kematian otak. Pada umumnya kejadian ini didahului oleh penurunan yang cepat dari tekanan daraaaah arteri.
Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontosio akan merusak sawar darah otak (SDO) disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PCO2) dan kerusakan SDO lebih lanjut.
Siklus ini akan terus berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan edema bertambah secara progresif kecuali bila dilakukan intervensi.

E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari adanya peningkatan tekanan intra cranial adalah banyak dan bervariasi serta dapat tidak jelas.
1. Perubahan tingkat kesadaran (paling sensitive diantara tanda peningkatan TIK)
2. Trias klasik :
 Nyeri kepala karena regangan duramater dan pembuluh darah
 Papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus aptikus
 Muntah, seringkali proyektil.
3. Tekanan nadi yang lebar, berkurangnya denyut nadi dan pernafasan menandakan dekompensasi otak dan kematian yang mengancam
4. Hipertermia
5. perubahan motorik dan sensorik
6. Perubahan bicara
7. Kejang

F. PENATALAKSANAAN
Pedoman resusitasi dan penilaian awal
1. Menilai jalan nafas
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gig palsu, pertahan kan tulang servikal segaris dengan badan, pasang gudel bila dapat ditoleransi. Jika cedera mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintuasi.
2. Menilai pernafasan
Tentukan apakah pasien bernafas dengan spontan atau tidak, jika tidak, beri O2 melalui masker oksigen. Jika bernafas spontan selidiki cedera dada berat seperti pneumotoraks, hemopneumotoraks.
3. Menilai sirkulasi
Otak yang rusak tidak mentoleransi hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intra abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, glukosa, AGD. Berikan larutan koloid, sedangkan larutan kristaloid (dektrose atau dektrose dalam saline) menimbulkan eksaserbasi edema serebri pasca cedera kepala.
4. Obati kejang
Kejng konvulsiv dapat terjad setelah cedera kepala dan harus diobati.
5. Menilai tingkat keparahan
a. Cedera Kepala Ringan (kelompok resiko ringan)
 Skor GCS 14 – 15
 Tidak ada kehilangan kesadaran
 Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
 Pasien dpat mengeluh nyeri kepala dan pusing
 Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.
 Tidak ada criteria cedera sedang – berat.
b. Cedera kepala Sedang (kelompok resiko sedang)
 Skor GCS 9 – 13
 Konkusi
 Muntah
 Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hematimpanium, otorea)
 Kejang
c. Cedera Kapala Berat (kelompok resiko berat)
 Skor GCS 3 – 8 (koma)
 Penurunan kesadaran secara progresif
 Tanda neurologis fokal
 Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK
Diagnosis cedera kepala ditegakkan berdasarkan :
1. Riwayat trauma
 Sebab trauma
 Adanya kelainan neurologik awal ; kejang, hilang kesadaran, kelemahan motorik dan gangguan bicara
 Derajat ketidak-sadaran , amnesia
 Nyeri kepala, mual dan muntah
2. Pemeriksaan fisik
 Tanda-tanda vital
 Tingkat kesadaran cedera luar yang terlihat ; cedera kulit kepala, perdarahan hidung, mulut, telinga, dan hematoperiorbital
 Tanda-tanda neurologis fokal ; ukuran pupil, gerakan mata, aktivitas motorik.
 Reflek tendon
 Sistem sensorik perlu diperiksa, jika pasien sadar.
3. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium rutin
 Foto kepala AP lateral
 Foto servikal
 CT Scan / MRI kepala
 Arteriografi bila perlu.


Tabel GCS

Buka Mata (E) Respon Motorik (M) Respon verbal (V)
4 = Spontan
3 = dengan perintah
2 = dengan rangsang nyeri
1 : Tidak ada respon membuka mata 6 = mengikuti perintah
5 = melokalisir perintah
4 = menghindari nyeri
3 = fleksi abnormal
2 = ekstensi abnormal
1 = tidak ada gerakan 5 = orientasi baik, sesuai
4 = disorientasi tempat dan waktu
3 = bicara kacau, mengerang
1 = tidak ada suara


by : erwind_kikuk
cah noto "07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar